Misteri Lubang Jepang Gunung Pangilun


Padang sebagai kota bersejarah di Indonesia sudah dipastikan akan memiliki peninggalan arkeologis. Banyak di antaranya pun tidak diketahui oleh khalayak umum. Semuanya itu bak harta karun yang masih terbenam dalam dasar lautan.

Sebut saja di kawasan Gunung Pangilun. Secara administratif Gunung Pangilun merupakan salah satu keluarahan di Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Gunung Pangilun dikenal sebagai daerah yang memiliki perbukitan di tengah kota. Letaknya pun starategis, dan terpenting menyimpan banyak harta karun bersejarah.

Boleh percaya atau tidak di kawasan ini terdapat peninggalan zaman kependudukan Jepang dan ada makam keramat yang kepemilikiannya menjadi misteri. Ini menjadi pemikatnya tersendiri. Pesonannya ini membuat para pencinta heritage penasaran, termasuk saya.

Serba Sebi Tentang Gunung Pangilun


Nama Gunung Pangilun ini disebut-sebut berasal dari sosok pria tua yang sebutan namanya Angku Pangilun. Ia dipercaya memiliki kemampuan magis yang super sakti sehingga ia selalu dihormati dan disegani oleh masyarakat setempat.

Seiring berjalannya waktu masyarakat menyebut bukit ini dengan nama Gunung Pangilun. Penamaan bukit ini diilhami dari Angku Pangilun. Sebutan untuk gunung ini bukan sebagai bentuk yang sebenarnya. Namun, menurut cerita Marshalleh Adaz (peggiat Cagar Budaya dan pengelola Galeri Statis Padang), Gunung Pangilun ini juga memiliki nama lain yakni Gunung Senteong dan Gunung Ledang.

Jika dilihat dari tipologinya, wilayah Padang merupakan dataran rendah yang begitu lapang atau luas. Dulu masyarakat menyebut bukit ini dengan gunung karena terlihat tinggi sejauh mata memandang. Ini serupa juga dengan penyebutan untuk nama Gunung Padang di Muaro.

Baca: Telusuri  Benteng dan Bunker di Gunuang Padang

Nyatanya jika ditinjau lebih jauh, penamanan dan jejak-jejak yang tertinggal di Gunung Pangilun ini masih menyisakan banyak tanda tanya. Tidak banyak literatur baik buku atau penelitian yang menuliskan hal ini. Ada beberapa artikel di internet yang menceritakannya tapi belum bisa menjadi pedoman.

Menariknya lagi, ada tiga versi sejarah dari Gunung Pangilun yaitu kisah Angku Pangilun, kisah Angku Ilun dan kisah Pangeran Syahabuddin. Ketiga kisah ini jika dikaitkan satu sama lainnya akan menjadi narasi baru yang menguak asal muasal dari Gunung Pangilun ini.

Mengumpulkan Puing-Puing Lubang Jepang Gunung Pangilun

Salah satu bungker di puncak Gunung Pangilun (2009)
Tidak ada yang tahun siapa yang menemukan awal mulanya. Pastinya keberadaan lubang Jepang ini telah ditelusuri oleh Marshalleh Adaz sejak tahun 2006 dan survei juga diadakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Barat (BPCB Sumbar) sebelum tahun 2013 dan diupdate tahun 2017.

Menariknya Kawasan Lubang Jepang Gunung Pangilun (Japanese Coastal Fortress) ini telah masuk daftar kawasan cagar budaya dengan nomor inventaris 80/BCB-TB/A/01/2013. Meskipun demikian, kawasan ini belum memperoleh status resmi sebagai cagar budaya dari Pemerintah Kota Padang.

Pintu masuk salah satu lubang Jepang di Gunung Pangilun (2008)

Hasil Laporan Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Padang Tahun 2018 yang dirilis oleh BPCB Sumbar menyebutkan Kawasan Pertahanan Jepang Gunung Pangilun ini merupakan salah satu bukti tinggalan bangunan pertahanan masa pendudukan Jepang di perbukitan atau pedalaman Sumatera Barat pada era Perang Dunia II, khususnya sekitar tahun 1942-1945.

Tentara Jepang saat menduduki Ranah Minang sudah dipastikan akan membuat kawasan pertahanan, tempat persembunyian dan terlindungan dari sekutu. Dalam tempo yang singkat semua bangunan ini dibuat dengan melibatkan penduduk lokal dengan sistem kerja paksa (romusa) tidak mengenal lelah dan waktu.

Lubang Jepang Gunung Pangilun
Ilustrasi dari BPCB Sumbar (2018)
Jika dihitung keberadaan benteng pertahanan Jepang di Kota Padang jumlahnya akan ada ratusan dan tersebar hampir di seluruh kecamatan baik posisinya di tepi pantai atau perbukitan. Biasanya saat membangun benteng pertahanan ini tentara Jepang akan mencari lokasi strategis yang didukung dengan panorama alam yang indah seperti di kawasan Gunung Pangilun ini.

Kawasan ini memiliki benteng pertahanan yang kompleks terdiri dari lubang tanah dan terowongan, pillbox, bunker, battery berbentuk lingkaran hingga bangunan yang diduga menjadi hunian. Dari laporan BPCB Sumbar menemukan 4 lubang plus terowongan, 2 bungker, dan 1 battery. Sementara Marshalleh Adaz menduga ada lebih dari 20 pintu lubang.

Sumber: BPCB Sumbar (2018)
Bangunan pertahanan yang berada di Kawasan perbukitan Gunung Pangilun ini merupakan salah satu bagian rencana pertahanan Jepang atas Kota Padang. Dengan letak kawasan yang relatif tinggi, maka dari puncak bukit dapat diamati keberadaan pantai barat dan Kota Padang secara menyeluruh.

Menurut analisis Tim Pelaksana BPCB Sumbar, kawasan ini dijadikan Jepang sebagai alternatif pertahanan kedua sesudah garis pantai. Secara umum bangunan pertahanan di kawasan ini didominasi oleh lubang pertahanan dan tempat perlindungan.

Berdasarkan keterangan masyarakat, lubang-lubang ini memiliki keterkaitan atau terhubung satu sama lainnya serta menghubungkan antara garis depan dan garis belakang.

Melihat Eksistensi Lubang Jepang Gunung Pangilun

Tangga masuk menuju Lubang Jepang (2019)

Silih berganti waktu, peninggalan sejarah ini belum banyak perhatian khusus, seakan terkubur begitu saja bersama potensinya. Upaya membangkitnya tengah dilakukan dipenghujung tahun 2019. Kawasan Lubang Jepang Gunung Pangilun kembali menjadi perbincangan dan menarik perhatian banyak kalangan.

Gunung Pangilun menyimpan jejak sejarah dari eksistensi tentara Jepang di Kota Padang. Untuk melihatnya, saya sendiri telah berkesempatan untuk menjelajahinya bersama Komunitas Cagar Budaya Sejarah dan Museum (KCBSM) Kota Padang besutan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Padang yang diketuai oleh Ibu Wakil Walikota Padang.

Kru Komunitas Padang Heritage bersama Ibu Wakil Walikota Padang (2019)


Saya dari Komunitas Padang Heritage dan komunitas lainnya serta penggiat cagar budaya turut mengambil bagian dalam KCBSM Kota Padang. Ini adalah bagian dalam merawat Kota Tua Padang, menjemput kenangan dan merangkai cerita baru dari kepingan narasi kota yang tercecer.

Langit pagi itu memang mendung, usai sarapan kami mulai penelusurannya. Titik mulainya dari anak tangga yang menjadi petunjuk untuk melihat lubang Jepang ini. Posisinya depan jalan Gajah Mada bersebelahan dengan Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).

Pintu masuk menuju salah satu lubang Jepang yang ditelusuri (2019)

Kami akan menuju satu lubang Jepang terdekat yang sudah dibersihkan oleh masyarakat setempat. Satu per satu anak tangga telah dilalui, kami menyusuri jalan setapak di lereng bukit yang baru dibuat.

Kemudian turun dari tebing bukit yang lumayan curam hingga berjumpa pintu masuk salah satu lubang Jepang. Dinding pintunya terbuat dari cor beton, terlihat masih kuat dan tidak banyak retakan sekitar 10-15 cm. Bentuknya U terbalik. Tidak tinggi dan tidak lebar.  Sekitar 170-180 cm tingginya sedangkan lebarnya mencapai 1m.

Saya dan beberapa rekan sudah lebih dahulu tiba di sana. Kami langsung coba masuk ke dalam. Lorongnya sangat gelap sekali. Untuk penerangan, saya bermodal lampu dari handphone saja. Setidaknya untum melihat kondisi sekitarnya.

Suasana di dalam lubang Jepang (2019)

"Silahkan masuk saja. Pake lampu hp kalo tidak bawa senter. Hati-hati lorongnya sempit. Insyaallah tidak ada ular. Paling nanti ada beberapa kelelawar saja" ucap salah satu warga yang ikut mendampingi kami.

Posisi saya paling terakhir. Dalam hati lumayan was-was. Berdoa dan melangkah secara perlahan. Gelap, pengap, dan dingin itu yang terasa saat baru masuk. Hal serupa ketika masuk ke Lubang Jepang Bukit Lampu. Kalo Lubang Jepang Bukittinggi cukup luas dan sudah nyaman.

Baca: Menyusuri Lubang Jepang dan Meriam Bukit Lampu Padang

Suasana di dalam lubang Jepang (2019)

Tidak beberapa jauh melangkah, dibagian lantainya ada lubang berbentuk persegi panjang yang lumayan besar. Bisa masuk untuk orang. Sayangnya sudah tertutup tanah. Kemudian di sebelah kirinya terdapat satu ruangan berbentuk persegi berukuran 3×3 m dengan berdinding cor beton. Kemungkingan tempat ini digunakan sebagai bungker pertahanan dan pengintaian.

Terlihat dua lubang berbentuk persegi panjang, satu dengan dudukan untuk meletakan senjata posisinya sebelah kiri dan satu lagi berada di tengah paling atas dekat atap. Terdapat juga lubang yang berfungsi sebagai pintu angin dan meletakan mulut senjata tapi kondisinya sudah tertutup tanah.


Lanjut melangkah agak berbelok ke sebelah kanan hingga berjumpa dinding perbatasan area yang dicor beton dan berbatuan keras. Tampak sekali bekas papan cornya. Begitu jelas dicetak dan seakan masih baru dibuat.

Pak Fuad bersama Pak Darmawi st Sinaro di bungker yang tertutup timbunan tanah (2019)

Kemudian jalan lagi tapi agak menurun, ada tujuh anak tangga yang harus dilalui hingga berjumpa satu ruangan berbentuk persegi berukuran 2×2 m dengan dinding cor beton juga. Kemungkinan serupa dengan bungker yang pertama tadi. Namun, ruangan ini sekaligus untuk pertahanan karena sebagai pintu masuk juga.

Dari bungker ini kami terhenti karena pintunya sudah tertutup tanah. Dulu memang terbuka tapi sengaja ditutup karena menjadi tempat bermain anak-anak.

Pintu lubang Jepang yang telah tertutup oleh tanah (2019)

Kami pun keluar lubang Jepang ini dan turun dari bukit menuju ke pintu satunya yang tertutup tanah tadi. Lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Darmawi st Sinaro.

Satu lubang Jepang yang berhasil kami telusuri ini memiliki panjang lorong sekitar 60 m dan memiliki dua bungker. Kondisinya masih utuh, dindingnya cor beton dan tidak banyak retakan. Ada lubang udara dan lubang senjata berada di dinding sebelah kiri. Pintu masuk ada dua tapi satu pintu tertimbun tanah.


Usai dari Lubang Jepang ini kami naik anak tangga tadi lagi ingin menuju puncaknya. Selama perjalanan suasana sangat asri dan menyegarkan. Cukup menguras energi dan menyenangkan.

Kawasan Gunung Pangilun memiliki tiga tumpak bukit dengan empat puncak dengan posisi arah Timur-Barat. Bisa dicermati dari Google Maps. Ketinggian bukitnya sekitar 70 mdpl.

Saya pun sudah pernah naik ke puncak Gunung Pangilun, akan tetapi tidak tahu di mana posisi puncak sebenarnya. Perlu ditetapkan lokasi puncaknya. Pasalnya, Gunung Pangilun memiliki panorama yang menawan karena dapat melihat yang pemandangan kota dari ketinggian secara 360 derajat.


Jalur anak tangga ini tidak sepenuhnya sampe puncak. Kami pun tiba di kawasan yang penuh semak belukar dan pepohonan rindang. Tempat ini baru dibuka kembali oleh masyarakat.

Karena waktu yang terbatas akhirnya kami turun kembali. Sebelumnya ditemukan juga beberapa lubang udara dan senjata di tebing bukit yang tertutup semak-semak.

Suasana jalan menuju puncak Gunung Pangilun (2019)

Tidak jauh dari sana ada satu lubang Jepang lagi. Kemungkinan ukuran dan tipe bentuknya sama seperti yang sudah dijelajahi tadi. Sayangnya lagi tertutup timbunan tanah. Ini hampir seluruh pintu masuknya.

Jika diteruskan lagi pasti akan lebih banyak lagi dijumpai jejak penginggalan zaman kependudukan Jepang ini. Setidaknya saya pribadi sudah melihat secara langsung satu secara utuh.

Salah satu lubang Jepang yang sudah tertimbun tanah (2019)

Untuk sementara aksesnya masih terbatas, belum terbuka untuk umum karena kondisinya belum layak untuk dikunjungi dengan masa yang jumlah besar. Ini harta karun yang menyimpan potensi besar. Tentunya sebagai destinasi wisata baru. Perlu ditelusuri lebih mendalam dan harus dikaji secara koferehensif.

Masih banyak spekulasi dari apa yang dilihat dengan cerita lisan didengar. Semuanya ini tentu menjadi potongan puzzle sejarah kota yang harus dirangkai dan menjadi narasi cerita Padang tempo dulu.

Bagaimanapun kota ini butuh sentuhan sejarah. Begitulah kiranya. Perlu dukungan semua kalangan dan tetap saling berkolaborasi. Tentunya semuanya ini akan membuka misteri Lubang Jepang Gunung Pangilun.

 
——————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel