Storynomics Tourism Strategi Menjual Destinasi Wisata

Storynomics Tourism

Ada istilah menarik yang ditampilkan pada stories bersponsor Instagram Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Beberapa hari yang lalu saya membaca ada dua kata yang tertulis yaitu Storynomic Tourism. Istilah ini kembali didengungkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk stategi pengembangan potensi destinasi wisata di Indonesia.

Storynomics Tourism diperkenalkan oleh Irfan Wahid, Ketua Tim Program Quick Win Pengembangan Destinasi Wisata yang digagas oleh Kementerian Pariwisata tempo itu pada tahun 2019. Jadi, mulannya istilah ini sebagai strategi pengembangan pariwisata Indonesia andalan, khususnya di lima kawasan wisata destinasi super prioritas, yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.

Storynomics Tourism

Lantas, Storynomics Tourism itu seperti apa? Istilah ini merupakan konsep untuk pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, living culture serta menggunakan kekuatan budaya sebagai DNA destinasi. 

Storynomics Tourism ini menjadi strategi marketing melalui pendekatan berdasarkaan pada kekayaan budaya Indonesia sehingga nantinya promosi kawasan wisata akan dilakukan dengan narasi story telling yang dikemas dalam konten menarik dengan menceritakan budaya lokal setempat. Mengangkat kembali potensi kearifan lokal melakui konten-konten yang epic.

Storynomics Tourism ini tidak bisa berdiri sendiri harus melibatkan kolaborasi lintas sektor, muali dari kementerian/lembaga terkait, pemeritah  daerah sekitar kawasan destinasi, serta peran komunitas lokal dalam hal ini BUMDes dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) untuk mengelola destinasi wisata. Artinya peran Pentahelix tidak boleh sampai dilupakan begitu saja.

Storynomics Tourism

Menurut Irfan Wahid dikutip dari venuemagz.com, dalam Storynomics Tourism terdapat empat faktor yang memengaruhinya, yakni awareness, experience, memory, dan testimony. Konsep ini diramu sedemikian rupa yang disesuaikan dengan keadaannya pada suatu daerah tersebut.

Penjabaran dari empat faktor tersebut meliput, Awareness berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk mempromosikan tempat wisata yang mereka datangi sehingga ada segi marketing di dalamnya. Era digital saat ini dapat mempercepat semuanya tergantung bagaimana dan cara mengemasnya.

Kemudian experience berkaitan erat dengan aksesibilitas, amenitas, dan atraksi (3A). Hal yang mendasar dan keberadaan komponen tersebut sangat penting dalam konsep pembangunan pariwisata di Indonesia. 

Jika keduanya sudah dilakukan dengan baik, setiap orang memiliki memori tersendiri dengan tempat wisata yang dikunjungi. Banyak pesan yang dapat disampaikan kepada orang sekitarnya tentang pengalamannya saat berwisata ke daerah tertentu.

Faktor terakhir yang memengaruhi pariwisata ialah testimoni. Setiap orang yang melakukan wisata akan memberikan testimoninya, baik positif maupun negatif. Banyak hal yang dapat dijumpai soal kesan seseorang saat mengunjungi suatu destinasi. Hal ini jadi perhatian serius yang tidak boleh dilupakan.

Di samping itu juga, penerapan Sapta Pesona Wisata yang harus diingatkan dan dipedomani kembali, mulai dari Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan. Bahkan kondisi Pandemi COVID-19 saat ini penerapan protokol kesehatan harus berbasis CHSE (Clean, Health, Sefty, Environment) dan selalu ingat 5M (Menggunakan Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan, Menjauhi Kerumunan dan Mengurangi Mobilisasi).


Dalam perkembanganya strategi Storynomics Tourism tidak hanya untuk kawasan destinasi super prioritas saja, tapi didorong juga agar tumbuh melalui Desa Wisata yang ada di tiap daerah.

Mulai Tahun 2021, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong untuk penguatan desa-desa wisata sebagai salah satu kekuatan pariwisata nasional sehingga dapat membuka lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satunya melalui penguatan atraksi berbasis narasi (storynomic tourism) sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung.

Harapannya, Storynomics Tourism digunakan untuk menarik minat wisatawan yang tertarik dengan cerita adat, tradisi, kuliner, dan budaya destinasi wisata lokal. Terlebih kondisi pandemik COVID-19, konsep ini menjadi salah satu upaya promosi dan komunikasi dalam membangkitkan sektor pariwisata, terutama pasca pandemi yang berfokus pada pariwisata berkualitas. 
—————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel