Rumah PDRI Bukittinggi Dengan Sekelumit Kisahnya
Bukan Bukittinggi jikalau tidak menyimpan segudang kisah lampau. Kota bersejarah di Indonesia ini menyisakan jejak kolonial hingga pergolakan pasca kemerdekaan. Sejuknya Bukittinggi menambah segar suasana pagi ini. Jalan kota masih cukup lengang tidak sepadat siang.
Tidak jauh dari Jam Gadang terdapat satu bangunan yang memiliki nilai historis yang tinggi, tidak hanya bagi Kota Bukittinggi tapi bagi bangsa Indonesia. Sepanjang perjalanan waktu, bangunan ini pun luput dari perhatian jikalau tidak ada yang mencoba menggelitiknya.
Tempo itu, saya terniat bila ke Bukittinggi untuk singgah ke Rumah PDRI. Temptnya agak tersuruk sedikit, bukan di jalur utama. Untungnya mudah ditemukan. Dalam hati saya sempat berucap, oh ini loh rumahnya yang saya cari itu.
Duh segikit memilukan yah. Itulah kesan pertama ketika saya bertandang ke Rumah PDRI ini. Nyantanya kondisinya seperti itu, banguannya tidak ada yang mengurus, ada beberapa bagian bangunan yang rusak sehingga menimbulkan kesan yang menyeramkan.
Menjemput Cerita Lampau PDRI
Suasana Rumah PDRI Bukittinggi, Juli 2021 |
Rumah ini menjadi saksi sejarah tonggak mula dimulainya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Sumatera Barat pada 19 Desember 1948. Daerah yang ditunjuk sebagai ibu kota negaranya yakni Bukittinggi itu sendiri. Di rumah ini menjadi saksi ditinjuknya Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua Tim PDRI, sekaligus menjadi tempat penyiaran informasi keadaan dan kondisi Indonesia tempo itu.
Suasana Rumah PDRI Bukittinggi, Juli 2021 |
Kabarnya rumah ini pernah menjadi rumah tinggal Direktur Rumah Sakit Ahmad Mukhtar dan hingga kosong tak dihuni sejak 2007. Terlebih pasca gempa tahun itu. Sayangnya belum masuk cagar budaya dan butuh perhatian serius.
Petama kali bertandang agak sedih melihat kondisinya. Bagaimanapun ada sejarah hebat yang tidak banyak orang tahu di atas rumah ini. Dari halaman rumah ini terlihat jelas objek wisata Panorama dan Lubang Jepang. Jika diperhatikan sekelingnya terdapat rumah yang memiliki bentuk khas hunian zaman kolonial. Jika sedang cerah gunung Marapi tampak indah dari kejauhan.
Panorama gunung Marapi dari halaman Rumah PDRI Bukittinggi, Juli 2021 |
Rumah PDRI Bukittinggi ini posisinya terbilang startegis tidak jauh dari eks Bioskop Solvia dan Jam Gadang. Tepatnya berada di Jalan Setia Budi No 202, Kawasan Parak Kopi, Kota Bukittinggi.
Sayangnya, rumah ini tidak begitu mendapat perhatian lantaran tidak banyak juga yang mengetahuinya. Kondisi rumahnya masih kokoh tapi tidak terawat. Beberapa bagian atapnya sudah rusak, dinding bangunannya ada yang retak. Seperti dokumentasi yang telah diambil Februari 2021 ini.
Rumah PDRI Bukittinggi, Titik Mula PDRI
Pasca meletusnya Agresi Militer Belanda ke II, situasi kedaulatan Indonesia masih terus digoyangkan, kota-kota penting di Indoensia terus diserang oleh Belanda, Untuk tetap menjaganya, Soekarno mengeluarkan mandat agar Syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat dengan Bukittinggi sebagai Ibu Kota.
Menindaklanjuti mandat ini, Syafrudin Prawiranegara, pukul 09.00 pagi tanggal 19 Desember 1948 bersama Tengku Mohammad Hasan melakukan perundingan bertempat di Istana Bung Hatta. Perundingan dilanjutkan sore hari pukul 18.00 sore di Sebuah rumah di Parak Kopi karna lokasi perundingan sebelumnya telah diintai pihak Belanda.
Hasil Perundingan ini, terbentuknya PDRI dengan ketua Syafruddin Prawiranegara, dan wakil ketua Tengku Moh. Hasan. Tanggal 22 Desember 1948 jam 4.30 di Halaban Payakumbuh diumumkan terbentuknya PDRI lengkap dengan susunan kabinetnya. Dengan demikian roda pemerintahan tetap berjalan, Indonesia tetap berdaulat.
Polemik Pengelolaan Rumah PDRI Bukittinggi
Secara kepemilikan rumah ini merupakan aset Provinsi Sumatera Barat. Kabarnya pemerintah provinsi dan kota Bukititinggi tengah berupaya untuk melakukan restorasi bangunan ini agar dapat dijadikan museum sehingga menambah kesemarakan Bukittinggi sebagai kota perjuangan yang telah dikenal luas secara nasional.
Rumah PDRI Bukittinggi memiliki bentuk bangunan khas Belanda. Bangunannya memang seperti rumah pejabat yang dibangun semasa kolonial awal abad ke-20. Secara kasat mata, Rumah PDRI Bukittinggi memiliki arsitektur bergaya Art Deco yang digabungkan dengan gaya tropika. Bangunan hunian khas yang banyak dibuat oleh bangsa Belanda ketika di Indonesia.
Rumah PDRI Bukittinggi mempunyai luas area sekitar 1.432 meter. Dominasi menggunakan batu bata diplesteran semen dan dicat dengan warna putih. Tampilan fasad utama banguna dengan dinding yang menggunkan bebatuan kecil dengan cat warna hitam. Kemudian Rumah PDRI Bukittinggi ini dengan atap menggunakan genting.
Jendela yang banyak dengan material kayu dengan perpaduan kayu dan kaca. Ventilasi pada Rumah PDRI Bukittinggi ini merupakan ventilasi dengan bentuk geometris sederhana antara lain persegi dan persegi panjang. Sedangkan untuk pintunya menggunakan material kayu dan kaca dengan dua bukaan daun pintu. Untuk lantai menggunakan ubin bahan tegel polos dan bermotif.
Alhmdulillah, ternyata Rumah PDRI Bukittinggi telah direstorasi sejak Mei 2021. Hasilnya dapat terlihat ketika saya kembali datang ke rumah ini pada Juni 2021. Tampak bagian yang rusak sudah diperbaiki seperti dinding, atap, jendela, pintu dan beberapa bagian penting bangunan lainnya.
Rumah ini pun terlihat lebih segar dengan perpaduan cat yang didominasi warna putih dan hitam. Halaman sekitar rumah pun sudah dirapihkan dari rumput liar. Kabarnya juga sudah ada yang tinggal di dalam rumah ini. Untuk kondisi terbaru dari rumah ini sudah ada yang mendiaminya. Secara tidak langsung sudah ada yang menjaga dan merawatnya.
Terkait dengan status bangunan ini masih milik provinsi. Setidaknya jejak peninggalan bersejarah di Ranah Minang masih bisa diselamatkan dan diangkat kembali ceritanya untuk generasi berikutnya.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.