Masjid Muhammadan dan Kampung Keling, Kehidupan Masyarakat Muslim Keturunan India di Kota Padang
Banyak hal menarik yang dapat ditemui bila mengunjungi Kota Tua Padang. Meski keberadaannya tidak begitu lirik, tapi bagi saya Kota tua Padang selalu menarik untuk ditelusuri, sebab memiliki beragam cerita yang dapat digali di dalamnya. Kota Tua Padang ini tidak sebatas bangunan tua sisa peninggalan zaman kolonial. Namun, terdapat jejak-jejak panjang akulturasi budaya yang telah berkembang dan bertahan hingga zaman kekinian ini.
Dulunya Kota Tua Padang tumbuh dan berkembang dekat muara sungai Batang Arau. Banyak kapal silih berganti bersandar. Ada yang misinya berdagang, membajak hingga menjajah kawasan ini dengan mambawa pekerja dan budak. Perekonomian dan lintas perdagangan kala itu sangat padat sehingga membuat Padang tempo dulu dikenal sebagai kota metropolitan.
Berbagai etnis dibelahan dunia pun datang dan menetap, sehingga Kota Padang memiliki penduduk yang heterogen pada zamannya itu. Kemudian berkembang membentuk satu kawasan-kawasan pemukiman yang keberadaannya masih ada hingga saat ini. Ada namanya Kampung Tiongkok, Kampung Keling, Kampung Nias, Kampung Jawa hingga perkampungan masyarakat Minangkabau sendiri.
Dulu, Pasar Sentra Kota Tua Padang
Mengingat Kota Tua Padang dulunya sebagai pusat perniagaan dan kota pelabuhan, maka berkembang juga berbagai macam pasar di kawasan Kota Tua Padang. Terdapat tiga etnis besar yang berpengaruh dalam bidang perekonomian Kota Padang kala itu yakni etnis Tiongkok, Arab dan India.
Pasar pertama adalah Pasar Gadang yang terletak disisi kanan Batang Arau. Tidak berapa lama kemudian berdiri pasar Mudik yang menjual hasil alam, kebutuhan harian dan lain sebagainya.Ketika Pasar Gadang dan Pasar Mudik tidak begitu ramai lagi, lahirlah pasar Tanah Kongsi yang dibuat oleh masyarakat Tiongkok kala itu. Namun, hanya pasar Tanah Kongsi yang masih bertahan sampai saat ini di kawasan Kota Tua Padang.
Pasar pertama adalah Pasar Gadang yang terletak disisi kanan Batang Arau. Tidak berapa lama kemudian berdiri pasar Mudik yang menjual hasil alam, kebutuhan harian dan lain sebagainya.Ketika Pasar Gadang dan Pasar Mudik tidak begitu ramai lagi, lahirlah pasar Tanah Kongsi yang dibuat oleh masyarakat Tiongkok kala itu. Namun, hanya pasar Tanah Kongsi yang masih bertahan sampai saat ini di kawasan Kota Tua Padang.
Kampung Keling, Sudut Masyarakat Muslim Keturunan India di Kota Padang
Suatu sore di akhir bulan Februari, saya sempat berjalan-jalan di satu sudut kawasan Kota Tua Padang. Tepatnya di Jalan Pasa Batipuh yang berada di Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.
Sekilas tempat ini tidak ada bedanya dengan tempat lainnya, memiliki sejumlah bangunan tua dan sepi dari kegiatan masyarakat. Hanya terlihat hilir mudik kendaraan yang lewat hingga aktivitas bongkar muat barang. Maklum di jalan ini terdapat banyak bangunan yang digunakan untuk gudang penyimpanan barang.
Ternyata tempat ini merupakan suatu perkampungan yang disebut oleh masyarakat Minangkabau sebagai Kampung Keling. Di sini dapat dijumpai masyarakat muslim dari etnis keturunan India berkulit gelap dari suku Tamil, India Bagian Selatan. Mereka telah menetap dan bermukim dengan membentuk suatu perkampungan di Kota Padang sejak berabad-abad lalu.
Kemungkinan kedatangannya bersama dengan tentara Inggris. Hal ini ditandai dengan adanya masjid berwarna hijau dan putih yang bercorak arsitektur India dan berbagai tradisi yang telah membaur dalam kehidupan masyarakat di Kota Padang.
Jika kembali membaca sejarah, kedatangan masyarakat India di Kota Padang tidak lepas dari pengaruh perdagangan antar bangsa.Orang India di kenal dengan sebutan Gujarat atau orang keling terkenal sebagai pedagang rempah-rempah dan tekstil. Selain berdagang, masyarakat India di Kota Padang ini ada yang berprofesi sebagai pendakwah.
Sekilas masyarakat keturunan India di Kota Padang ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat Minangkabau lainnya. Mereka merupakan satu suatu komunitas masyarakat yang homogen dan menyatu dengan penduduk Minangkabau. Meskipun dulu saya sempat berpikir ini masyarakat keturunan Arab, ternyata tidak. hehee
Namun, tidak banyak juga masyarakat keturunan India ini yang berkulit gelap, ada yang kuning langsat dan putih. Mungkin seiring dengan pembauran budaya dengan pernikahan antar etnis yang telah terjadi di tempat ini yang menyebabkan tidak banyaknya yang berkulit gelap. Begitu kiranya.
Masjid Muhammadan, Masjid Tua di Kota Tua Padang
Kumandang azan Ashar telah memanggil. Suaranya menggema ke seluruh penjuru kota. Saya dan masyarakat muslim lainnya, kemudian bergegas menuju masjid yang ada di tempat ini.
Masjid Muhammadan namanya. Bentuk masjid ini cukup mencolok di antara bangunan lainnya. Masih berada di Jalan Pasa Batipuh No.19, Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.
Masjid ini dibangun oleh saudagar muslim asal India yang menetap di Kota Padang. Dikabarkan berdiri sejak 1843 lalu. Masjid ini memiliki luas 15 x 25 meter yang terdiri dari tiga lantai dengan arsitektur bercorak India. Kabarnya juga ada yang menyebutkan dibangun sejak tahun 1703.
Menurut sejarahnya, sekitar awal abad yang lalu, ada salah seorang penduduk kampung keling yang mempunyai kebiasaan memancing di tepi Sungai Batang Arau. Ketika masuk waktu salat penduduk tersebut melaksanakan ibadah salat tepat di mana masjid ini berdiri sekarang.
Dulu bangunannya macam tempat peristirahatan kecil. Seiring dengan perkembangan waktu, bangunan ini berubah menjadi masjid yang terbuat dari kayu. Selanjutnya, masjid ini diperbaiki oleh seorang sudagar kaya yang bernama Muna Kadar. Saudagar ini bersama rekan-rekannya mengganti bahan masjid yang semula kayu menjadi bangunan tembok seperti sekarang.
Terlihat pada banguan bagian depannya (fasade) didominasi dengan warna putih dan hiasan berwarna hijau. Awalnya masjid ini terbuat dari kapur, pasir. dan gula dengan perekatnya menggunakan putih telur. Kemudian sejak awal abad ke-20 masjid ini direnovasi dengan menggunakan semen dan tanpa mengubah bentuk aslinya.
Fasade tersebut disanggah oleh tujuh tiang, ditambah dengan dua menara yang menyatu pada bagian kiri dan kanannya. Sempat salah satu menara masjid ini runtuh sepanjang satu meter akibat gempa bumi 30 September 2009 lalu. Kemudian diperbaiki dengan bantuan dari Yayasan Satu Untuk Negeri Tv One.
Lantai dasarnya merupakan tempat salat. Di sini tidak terlihat mimbar seperti masjid pada umumnya, hanya ada jendela berbentuk seperti mimbar dan ditutupi kain hijau berlambang bulan dan bintang. Lambangi ini yang menjadi ciri khas dari masjid ini.
Terdapat lampu-lampu kristal yang menjadi ornamen di dalam ruangannya. Bentuk jendelanya yang besar, menandakan gaya bangunan arsitektur Eropa. Terdapat kaca perca di atas ventilasi jendelanya menambah keunikan masjid ini. Sementara lantai dua dan tiga merupakan tempat istirahat yang juga digunakan untuk beberapa keperluan lain seperti memasak.
Terdapat lampu-lampu kristal yang menjadi ornamen di dalam ruangannya. Bentuk jendelanya yang besar, menandakan gaya bangunan arsitektur Eropa. Terdapat kaca perca di atas ventilasi jendelanya menambah keunikan masjid ini. Sementara lantai dua dan tiga merupakan tempat istirahat yang juga digunakan untuk beberapa keperluan lain seperti memasak.
Saat melawati jalan Batipuah, saya sering sekali melihat masyarakat muslim keturunan India ini. Terutama detik-detik masuknya waktu salat dan petang.
Biasanya saya selalu hunting sore hari ke Kota Tua Padang dan jelang Magrib saya akan salat ke masjid ini. Selalu Masjid Muhammdan menjadi tujuan terakhir dari perjalanan mengelilingi Kota Tua Padang.
Baca: Jelajah Kota Tua Padang Bersama Padang Heritage
Kampung Keling dengan Tradisi Unik dan Digelar Tahunan
Biasanya saya selalu hunting sore hari ke Kota Tua Padang dan jelang Magrib saya akan salat ke masjid ini. Selalu Masjid Muhammdan menjadi tujuan terakhir dari perjalanan mengelilingi Kota Tua Padang.
Baca: Jelajah Kota Tua Padang Bersama Padang Heritage
Kampung Keling dengan Tradisi Unik dan Digelar Tahunan
Masjid Muhammadan dan Kampung keling merupakan salah satu tempat bersejarah yang memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat muslim keturunan India di Kota Padang. Berbagai aktivitas keagamaan serta budaya dipusatkan di masjid yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Padang dengan nomor inventaris 08/BCB-TB/A/01/2007.
Terdapat berbagai macam tradisi yang masih terjaga hingga saat ini digelar di Kampung Keling, seperti upacara Serak Gulo, upacara Arak Cendana dan Kamis Tabligh. Upacara Serak gulo merupakan tradisi tahunan menebarkan gula yang diselenggarakan pada 30 Jumadil Awal penanggalan Hijriah dalam rangka memperingati kelahiran ulama Islam asal India, H.Imam Saul Hamid, untuk melaksanakan nadzar serta sebagai sarana menjalin tali silaturahmi antar masyarakat.
Kemudian Kamis Tabligh dilaksanakan setiap pekan yakni pada kamis malam di Masjid Muhammadan. Selain pengajian, pada saat Kamis Tabligh ramai pula dijual makanan khas tamil, parfum arab, hingga rempah dan produk khas India lain. Perayaan ini seringkali juga disebut Kamis Putih.
Tradisi ini sangat menarik untuk disaksikan. Mengesankan dan penuh makna. Saya akan ceritakan pada tulisan berikutnya seputar tradisi yang dilakukan oleh masyarakat muslim keturunan India di Kota Padang. Yuk jelajah Kota Tua Padang.
Referensi:
Referensi:
(1) Novia Valentina (2013). Perancangan Kawasan Kreatif Gastronomi sebagai Upaya Regenerasi Kawasan Padang Kota Lama. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
(2) Refni Yulia. Serak Gulo; Antara Identitas dan Kebudayaan dalam Masyarakat Keturunan India di Padang. Artikel Internet. Diakses Februari 2017.
(3) Rifki Firdaus (2010). Perkembangan Kota Padang 1870-1945. Skipsi. Depok: Universitas Indonesia.
(2) Refni Yulia. Serak Gulo; Antara Identitas dan Kebudayaan dalam Masyarakat Keturunan India di Padang. Artikel Internet. Diakses Februari 2017.
(3) Rifki Firdaus (2010). Perkembangan Kota Padang 1870-1945. Skipsi. Depok: Universitas Indonesia.
(4) Rusli Amran (1986). Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya Offset.
(5) Wikipedia. Masjid Muhammadan. Artikel Internet. Diakses Februari 2017.
(6) Foto-foto koleksi pribadi.
(5) Wikipedia. Masjid Muhammadan. Artikel Internet. Diakses Februari 2017.
(6) Foto-foto koleksi pribadi.
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.