Burai-Burai Batang Marambuang, Air Terjun Berpedang


Menjelajah ke alam, terutama mencari air terjun akan ada sensasi tersendiri. Setiap perjalanan panjang yang ditempuh akan memberikan satu pesona. Tentunya membuat siapa saja yang melihatnya akan terkagum-kagum. Seakan keberadaan air terjun itu memiliki daya magis. Seperti halnya Burai-Burai Batang Marambuang.

Burai-Burai atau Baburai sendiri merupakan penamaan lain dari air terjun yang disebut masyarakat setempat. Untuk sampai ke lokasi harus menempuh perjalanan yang cukup lama dan tidak mudah juga untuk bisa menemukan air terjunya, sebab jika belum pernah ke sini bisa tersesat. Hal itu pernah disampaikan oleh seorang perempuan paruh baya yang menyapa kami saat memulai perjalanan.

Diakhir bulan April 2017, saya bersama Tulus, Bang Ardisyansah, dan Putra mencoba menikmati keindahan alam yang tersembunyi di daerah Malalak yang dikenal memiliki banyak air tejun. Saya sudah lama ingin pergi ke tempat ini, tapi sering kali batal, karena satu dan lain halnya. 

Burai-Burai Batang Marambuang sendiri berada di Jorong Sasai Kandang, Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Jika dari Kota Padang dapat ditempuh via jalan Malalak-sicincin dengan kendaraan motor atau mobil selama lebih dari 2,5 jam. Kebetulan saat itu saya mulainya dari Kota Pariaman dengan waktu kira-kira 1,5 jam. 

Baiknya menggunakan kendaraan motor, sebab akses menuju lokasi sanggat terbatas dan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua. Meski akses jalannya sangat baik, sudah berbeton dan ada yang di aspal. Kami pun sempat salah masuk jalan.

“Rasanya jalan masuknya yang ada betonnya.” sebut Putra yang sedang meragu sambil mengingat tanda masuk menuju lokasi awalnya.


Malalak secara topografi berada di kaki gunung Singgalang dan berada di daerah ketinggian. Selama perjalanan menuju lokasi akan melewati hamparan sawah yang menawan dan rumah penduduk yang tidak begitu rapat. Sepanjang mata memandang bukit-bukit dari kejauhan terlihat memagari sekitarnya. Serba hijau dan tentunya udaranya pasti sangat sejuk. Suguhan panorama alam yang menenangkan jiwa.

Hingga akhirnya kami tiba di satu rumah dan di sana kendaraan motor kami letakan. Kemudian kami mencari pemilik rumah untuk meminta izin menitipkan motor dipekarangannya, tapi sayangnya tidak ada siapa-siapa. Suasananya sepi sekali. Kemungkinan sedang pergi ke ladang.

Saat beberapa langkah berjalan, tiba-tiba ada yang menyapa kami dari jendela. Ternyata seorang perempuan paruh baya tadi. Sebut saja nenek itu. Dia mengingatkan kami perihal jalan menuju air terjun. Untungnya, Putra sudah berulang kali pergi ke tempat ini, sehingga bisa dikatakan aman, karena sudah ada yang menjadi pemandunya.


Masuklah ke hutan, maka kamu akan bertemu dengan Burai-Burai Batang Marambuang

Keberadaannya memang membutuhkan tenaga ekstra, karena tahap awalnya akan melewati ladang masyarakat yang berada di kaki bukit. Kemudian melewati jalan setapak yang rimbun oleh semak belukar yang tinggi hingga menembus pedalaman hutan. Tidak lupa juga dilanjutkan turun menyusuri ketepian aliran sungai dan melewati aliran irigasi yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang lebat.

Setidaknya sekitar 30 menit trakking dari rumah penduduk hingga sampai di lokasi air terjun. Dalam perjalanan, kami juga bertemu satu air terjun yang ketinggiannya tidak lebih dari 4 m berada disebelah kanan sebelum sampai di Burai-Burai Batang Marambuang.


Dari sekian banyak tempat air terjun yang pernah saya kunjungi, di Burai-Burai Batang Marambuang ini merasakan suasana yang berbeda, karena benar-benar berada dihutan belantara yang rapat dengan pepohonan, semak-semak yang tumbuh subur dan lumut berserakan dimana-mana.

“Air terjunnya sudah nampak” teriak Tulus.

Benar juga yang dikatakan Tulus, saya sudah melihat dan mendengar suara air terjunnya. Sepertinya akan segera sampai ke lokasi. Semula saya berpikir begitu, tapi ternyata masih beberapa langkah lagi untuk bisa sampai. Saya harus melewati semak-semak yang tinggi sehingga harus merunduk, kemudian baru terlihat jelas air terjunnya.


Ini dia air terjun berpedang itu. Monumen pedang menyambut kedatangan kami dengan latar air terjun yang tinggi. Lokasinya dikelilingi tebing tinggi, tentunya masih dipenuhi pepohonan, semak dan lumut. Jutaan kubik air jatuh dan merembes dinding bukit dari ketinggian lebih dari 50 m. 

Hempasan airnya begitu deras dan teras bila dekat air terjunnya. Butiran air berhamburan mengudara di sekitarnya. Terlihat sepertinya tidak ada lubuak atau kolamnya sehingga tidak bisa untuk berenang dan cukup untuk bermain air saja. 

Airnya pun sangat dingin dan jernih sekali. Masih alami dan menyegarkan. Pemandangan alam yang disajikan sangat cantik sekali dan akan membuat siapa saja yang berkunjung ke air terjun ini akan terpukau. Percaya deh.



Eh, disebut juga dengan Burai-Burai Pedang

Tulus sempat menanyakan pada saya sebelum pergi ke tempat ini. Mau ke air terjun yang mana yang akan dijelajahi? Saya menjawabnya air terjun yang ada pedangnya. Hehe

Air terjun ini juga dikenal dengan Burai-Burai Pedang. Wajar saja karena terdapat sebuah tugu yang menyerupai pedang tertancap di dalam tanah. Namun, ternyata tugu ini merupakan bentuk pisau Kopassus. 

Dulu tempat ini sempat dilewati Tim Kopassus dalam Ekspedisi Bukit Barisan 2011 di Gunung Singgalang. Sebagai kenang-kenangannya maka dibuat tugu dan prastasinya. Bahkan di sini ada tiang dan bendera merah putih, tapi sayangnya dalam kondisi yang kurang terawat. Maklum tidak banyak yang menjamah tempat ini, karena berada di dalam rimbo (hutan).



Nagari Sejuta Air Terjun

Mengingat cuaca di kawasan Malalak yang tidak menentu. Itu menjadi pertimbangan bila ingin menjelajahi air terjun ini. Tidak jauh dari sini terdapat banyak air terjun lagi dan keberadaan air di daerah ini sangat melimpah. Sangat wajar bila Malalak dikenal dengan Nagari Sejuta Air Terjun.

Setidaknya terdapat lebih dari 17 lokasi air terjun yang ada di Kecamatan Malalak ini dan sebagian di antaranya ada yang dibuka untuk umum menjadi destinasi wisata. Ada juga yang sudah ditutup akasesnya, karena sempat memakan korban akibat musibah banjir bandang yang membawa beberapa pengunjung. Selain untuk kebutuhan irigasi dan air bersih, sumber air yang melimpah ini juga dimanfaatkan untuk menjadi pembangkit lisitrik tenaga air.


Langit yang semula mendung dengan cepatnya menghilang saat kami akan kembali pulang. Memang cuacanya tidak bisa ditebak. Itulah Malalak dengan segala keindahan dan misterinya. Saat melangkah menuju tempat parkir kendaraan nenek yang tadi dijendela itu kembali menyapa kami. Sepontan kami pun singgah ke rumahnya.

Dia sedang asik membersihkan daun bawang yang ditanamnya sendiri dipekarangan rumahnya. Sambil istirahat sejenak, saya pun berbincang-bincang sedikit dengan nenek ini. Raut mukanya yang gembira terlihat dari wajahnya ketika kami duduk di dekatnya. Penting sekali berinteraksi dengan penduduk lokal saat mengunjungi suatu destinasi, sebab banyak hal yang bisa kita pelajari mulai dari kehidupannya hingga budayanya.


Kumandang azan Zuhur menggema dari kejauhan. Kami pun bergegas pamit kepada nenek ini dan dia pun melanjutkan membersihkan daun bawangnya. Setiba ditempat parkir, kami pun membersihkan kaki dulu di pincuran. 

Eh ternyata ada nenek-nenek lagi yang mendiami rumah yang menjadi tempat parkir motor kami ini. Sebelum berangkat saya memberikan sejumlah uang kepada nenek pemilih rumah ini, tapi dia menolaknya. Namun, saya sedikit memaksa, akhirnya dia mau menerimanya. Maklum kami kan sudah menumpang parkir motor.

Penjelajahan yang luar biasa. Meski kaki lecet-lecet terkena ilalang dan sendal jepit saya putus, tapi memberikan kesan yang tidak bisa dilupakan. Kami pun melanjutkan perjalanan untuk mencari air terjun berikutnya. Yuk kenali negerimu dan jaga alammu.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel