4 Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang
Kota Padang lahir dengan cerita yang panjang. Menyimpan kisah yang larut dan dapat dijumpai saat ini. Kota bandar yang maju dan berkembang pesat kala itu. Silih bergantinya waktu, Batang Arau dan sekelilingnya menjadi saksinya. Tapak mula lahirnya Kota Padang. Ada jejak yang harus dijemput. Kota Tua Padang dengan cerita yang menyertainya.
Dulu, Kota Padang memiliki sejumlah tugu atau monumen yang fundamental menghiasi wajah kota pelabuhan terbesar di pesisir pantai barat Sumatra ini. Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membangun monumen untuk mengenang banyaknya serdadunya yang gugur di Ranah Minang. Adapun berikut ini monumen yang dibangun pemerintah kolonial yang menarik untuk diulik.
1. Tugu Jam Kampoeng Djawaweg alis Jam Gadang-nya Padang.
Tugu Jam Kampoeng Djawaweg Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang (sumber: KILTV) |
Tugu Jam ini berada di kawasan Kampoeng Djawaweg sekarang Kampung Jawa. Diperkirakan dibangun akhir abad ke-19 (1880 ke atas). Posisinya sekarang ini merupakan Tugu Air Mancur di Pasar Raya Padang. Tepatnya depan Masjid Taqwa tak jauh dari eks Kantor Balikota Padang lama.
Jika dilihat dari foto-foto lama, bangunannya cukup tinggi juga. Kira-kira lebih dari 8 meter mungkin setara dengan gedung lantai 2. Bisa ditakar dari foto orang yang menyandar di bangunan tugunya.
Tugu Jam Kampoeng Djawaweg Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang (sumber: KILTV) |
Hampir di setiap bangunan vital yang dibangun oleh pemerintah kolonial akan ditempelkan jam. Sepertinya dipuncak Tugu ini terdapat loncengnya. Menurut Dr. Eko Alvares Z (alm), fungsi dari jam ini sebagai petunjuk waktu dan untuk melatih kedisiplinan kepada seluruh masyarakat. Serupa fungsinya dengan Jam Gadang.
Jadi tidak salah jika Kota Padang juga ada jam besarnya, tapi itu dulu dan keberadaannya sekarang sudah tidak ada lagi. Jejaknya pun hanya dapat dilihat dari peta dan foto lama yang diarsipkan rapi oleh Belanda.
2. Monumen Michiels Terbesar dan Termegah di Sumatra
Mounumen Michiels Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang (sumber: KILTV) |
Monumen Michiels cukup menyita banyak perhatian di kalangan bangsawan dan masyarakat Kota Padang tempo dulunya. Monumen yang sangat penting ini menjadi tugu peringatan terbesar yang dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Pulau Sumatra. Keberadaannya sebagai bentuk penghargaan kepada Mayor Jendral Andreas Victor Michiels atas jasanya menumpas pemberontakan Kaum Padri di Minangkabau.
Monumen ini sangat artistik dan bergaya gotik yang berdiri sejak tahun 1855 di Michielsplein atau Lapangan Michiel. Ternyata sebelum di Padang, terdapat juga monumen serupa yang dibangun di Batavia pada 1849 dan di Surabaya.
Jika dilihat posisinya sekarang berada di Taman Melati masuk area Museum Adityawarman Padang. Dekat dengan Gedung Pengadilan Tinggi, dulu bernama Raad van Justitie yang sekarang merupakan bangunan cagar budaya.
Jika dilihat posisinya sekarang berada di Taman Melati masuk area Museum Adityawarman Padang. Dekat dengan Gedung Pengadilan Tinggi, dulu bernama Raad van Justitie yang sekarang merupakan bangunan cagar budaya.
Mounumen Michiels Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang (sumber: KILTV) |
Dari berbagai litelatur, monumen ini terbuat dari besi tuangan dengan lantai marmer dan penuh dengan relief di dinding luarnya. Dengan ujung-ujung yang meruncing yang terdiri dari beberapa tingkat dan dihias salib kecil.
Monumen ini sangat kental dipengaruhi oleh arsitektur kuno Eropa bergaya gotik. Monumen ini memiliki ketinggian sekitar 14,4 meter atau setinggi gedung 5 lantai kurang lebih. Berdasarkan salah satu foto yang terlihat ada orang Belanda dekat tugu ini.
Foto ini dapat dilihat pada cover buku karangan Antropolog Belanda Freek Colombijn berjudul Paco-paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di Indonesia Abad ke-20 dan Penggunaan Ruang Kota.
Foto ini dapat dilihat pada cover buku karangan Antropolog Belanda Freek Colombijn berjudul Paco-paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di Indonesia Abad ke-20 dan Penggunaan Ruang Kota.
3. Monumen de Greve , Jejak Sang Penemu Batu Bara
Monumen de Greave Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang (sumber: Tropenmuseum) |
Monumen de Greve menjadi tempat yang sangat bersejarah bagi pemerintah kolonial di Kota Padang. Diperkirakan dibangun 1871. Monumen ini berupa tugu kecil yang dibangun untuk mengenang Ir. Willem Hendrik de Greve, ahli pertambangan Belanda yang mati hanyut ketika melakukan penelitian di Batang Kuantan pada tahun 1872.
De Greve ini sangat berjasa besar dalam penemuan tambang batu bara Sawahlunto dan berdampak besar pada pembangunan infrastruktur di Sumatra Barat. Untuk mengenangnya, maka taman di depan De Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia Muaro) ini diberi nama Taman de Greve dan dermaga di tepian Batang Arau dinamakan Dermaga de Greve (de Grevekade).
Sayangnya, taman dan monumen ini sudah tidak ada lagi. Jika dilihat dari posisi sekarang diperkirakan berada di bawah kolong jembatan Siti Nurbaya dari jalan Nipah.
Monumen de Greave Monumen Bersejarah yang Hilang di Kota Padang (sumber: KILTV) |
4. Tugu Raaff, Penggagas Fort Van der Capellen
Tugu Raaff di Lapangan Imam Bonjol tahun 1930-an (Dok: Marshalleh Adaz, S.Sos) |
Tugu atau Monumen Raaff pernah dibangun pada tahun 1824 di atas bukit kecil dekat Lapangan Dipo mengarah ke laut, bentuknya lancip ke atas dengan dasar segi empat (naald). Namun, karena lokasi tugu yang rentan dari ancaman ombak pantai, maka tahun 1913 dipindahkan bangunan dan tulang belulangnya ke sisi utara Lapangan Plein van Rome, kini bernama Lapangan Imam Bonjol.
Tugu ini di bangun untuk mengenang jasa Letnan Kolonel Antoine Theodore Raaff yang memimpin perlawanan dalam Perang Paderi. Ia juga sebagai pencetus pembuatan benteng Van der Capellen di Batusangkar. Namanya pun diabadikan menjadi nama jalan yaitu Raaffweg (Jalan Raaff) sekarang merupakan Jalan M. Yamin. Ia meninggal di Padang pada 17 April 1824, diduga karena terjangkit malaria.
Kini tugu itu pun sudah tidak ada. Menurut Marshalleh Adaz, S.Sos, posisinya lebih kurang dekat pohon beringin dalam pekarangan Lapangan Imam Bonjol, mungkin sejajar dengan pos satpam Gedung Balai Kota Padang lama.
Kini tugu itu pun sudah tidak ada. Menurut Marshalleh Adaz, S.Sos, posisinya lebih kurang dekat pohon beringin dalam pekarangan Lapangan Imam Bonjol, mungkin sejajar dengan pos satpam Gedung Balai Kota Padang lama.
Baca: Fort de Kock dan Fort Van der Capellen Jejak Benteng Kolonial di Minangkabau
Lantas Ke Mana Monumen Bersejarah di Kota Padang itu?
Monumen peningalan zaman kolonial ini mempunyai kisahnya tersendiri dan tidak banyak yang mengetahuinya. Sekali lagi, tidak ada yang tahu apa memang sengaja atau tidaknya, semua bangunan dari monumen ini sudah hancur.
Kabarnya dihancurkan masa pendudukan Jepang saat menginvasi Kota Padang, kala itu dalam suasana Perang Pasifik. Hal ini disebutkan Rusli Amran (1986) dalam buku Padang Riwayatmu Dulu dan diskusi dengan Dr. Eko Alvares Z (alm).
Menurut Sarkawi B. Husain (2006), untuk menghilangkan pengaruh dan jejak penguasa sebelumnya, pemerintah pendudukan Jepang melakukan banyak penghancuran terhadap monumen, patung, atau tugu yang didirikan oleh Belanda. Namun demikian, tidak satupun tugu atau monumen yang didirikannya. Kehadirannya yang sangat singkat hanya membawa perubahan pada beberapa aspek sosial, politik, dan pemerintahan.
Kalau pun ada saat ini akan menjadi spot yang instagrammable atau tempat nongkrong seperti di Tugu Gempa 30 September dan Tugu Joang Sumatranen Bond. Hufft, ya sudahlah!
Referensi:
1. Rusli Amran (1986). Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya Offset
2. Sarkawi B. Husain (2006). Mereka Tidak Bisu: Makna & Perebutan Simbol Monumen, Patung, Dan Tugu Di Kota Surabaya. Makalah Konferensi Nasional Sejarah VIII, 14-17 November 2006 di Hotel Millenium, Jakarta.
3. Diskusi dengan Dr. Eko Alvares Z (alm) dari Teknik Arsitektur Universitas Bung Hatta dan Marshalleh Adaz, S.Sos dari Galeri Arsip Statis Padang.
Kabarnya dihancurkan masa pendudukan Jepang saat menginvasi Kota Padang, kala itu dalam suasana Perang Pasifik. Hal ini disebutkan Rusli Amran (1986) dalam buku Padang Riwayatmu Dulu dan diskusi dengan Dr. Eko Alvares Z (alm).
Menurut Sarkawi B. Husain (2006), untuk menghilangkan pengaruh dan jejak penguasa sebelumnya, pemerintah pendudukan Jepang melakukan banyak penghancuran terhadap monumen, patung, atau tugu yang didirikan oleh Belanda. Namun demikian, tidak satupun tugu atau monumen yang didirikannya. Kehadirannya yang sangat singkat hanya membawa perubahan pada beberapa aspek sosial, politik, dan pemerintahan.
Kalau pun ada saat ini akan menjadi spot yang instagrammable atau tempat nongkrong seperti di Tugu Gempa 30 September dan Tugu Joang Sumatranen Bond. Hufft, ya sudahlah!
Referensi:
1. Rusli Amran (1986). Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya Offset
2. Sarkawi B. Husain (2006). Mereka Tidak Bisu: Makna & Perebutan Simbol Monumen, Patung, Dan Tugu Di Kota Surabaya. Makalah Konferensi Nasional Sejarah VIII, 14-17 November 2006 di Hotel Millenium, Jakarta.
3. Diskusi dengan Dr. Eko Alvares Z (alm) dari Teknik Arsitektur Universitas Bung Hatta dan Marshalleh Adaz, S.Sos dari Galeri Arsip Statis Padang.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.