Puncak Lawang Serasa di Negeri 4 Musim
Dalam kondisi terkantuk-kantuk kami tiba di kediaman Mulazmi. Ia belum mandi dan terlihat masih dengan wajah bantalnya. Segelas teh hangat bersama jagung goreng menemani pagi kami. Perjalanan kali ini akan menjelajahi Puncak Lawang yang terbilang unik. Mengapa? Mari ikuti perjalanan kami.
“Ayo berangkat, nanti cari sarapan dulu lah. Dari Padang belom makan pagi nih” ajak saya kepada mereka.
“Nanti saja saat di Puncak Lawang baa? Awak nggak biasa makan pagi aa...” jawab Mul sembari mengendarai motor menuju Puncak Lawang.
Dari Kota Padang dapat ditempuh sekitar 2-3 jam tergantung kendaraan yang akan digunakan. Akses jalannya pun terbilang baik dan tidak sulit, karena akan melewati jalur lintas antar kota. Cukup mengikuti jalan menuju daerah Matur.
Namun, jalurnya cukup menguras konsentrasi, karena harus mendaki dan menurun dengan menyisir tebing perbukitan. Selama perjalanan akan melewati spot dengan landskap yang mempesona untuk dijepret, salah satunya view Nagari Sungai Landia. Spot foto sejuta umat hehehe
Melikak likuk mengikuti jalan yang suasananya semakin sejuk. Sepanjang mata memandang serba hijau dan menyegarkan mata hingga nanti akan terlihat tulisan Matur yang terpajang di tebing bukit. Artinya lokasi yang dituju kian dekat.
Secara adminsistratif, Puncak Lawang berada Nagari Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Puncak Lawang merupakan salah satu spot terbaik untuk menikmati panorama danau Maninjau dari ketinggian. Beda dengan sensasinya bila pernah mengunjungi Lawang Park. Apalagi menikmatin view danau Maninjau dari spot Ambun Tanai.
Perlu diketahui, Lawang ini dikenal sebagai penghasil gula merah dan perkebunan tebu yang cukup luas di Minangkabau. Jangan heran selama perjalanan menuju Puncak Lawang akan berjumpa banyak pohon tebu. Barang kali mau singgah membeli gula merah atau mengisap manisnya air tebu Lawang?
Puncak Lawang menjadi objek wisata yang begitu kesohor tidak hanya kalangan domestik, para wisatawan mancanegara pun rajin bertandang ke tempat ini. Puncak Lawang memang susah ditebak, seperti hati dia, eh.
Benar saja, belum berapa lama kami tiba cuaca seolah langsung berubah. Wah, kabutnya tiba, momen yang ditunggu sebutku dalam hati. Tidak berapa lama hujan rintik-rintik. Kemudian lebat, selebat-lebatnya. Kami pun berteduh sejenak. Barangkali hari itu prakiraan cuaca di daerah lain sedang cerah loh.
Ada yang menyebut Puncak Lawang ini sebagai negeri empat musim, tapi tak bersalju. Terkadang panas seterik-terik, meski suasananya sangat sejuk. Bisa tiba-tiba hujan, kemudian badai dengan angin kencang, pastinya dingin sekali.
Nah, lebih seringnya berselimut kabut tebal. Momen ini yang sebenarnya selalu ditunggu bila ke Puncak Lawang, menjadi spot foto yang epik. Maklum saja suasananya sangat mendukung sekali, karena Puncak Lawang itu berada di atas 1.210 mdpl.
Dengan membayar tiket masuk Rp. 25.000 per orangnya, para wisatawan dapat berkeliling semua area Puncak Lawang. Tentunya itu sudah masuk biaya parkir dan tidak termasuk ke toilet ya. Harga tersebut setara dengan seporsi Nasi Kapau di Los Lambuang Kota Bukittinggi. Cukup mengenyangkan hihihihihi
Sajian pemandangan alam dari Puncak Lawang ini bisa terbayarkan dan membuat pengunjung akan tersihir. Indah sekali! Bisa disebut begitu. Langit yang biru, barisan awan yang memantul di permukaan air danau dan dipagari bukit barisan bak lukisan alam yang wonderful. Menjadi sensasi tersendiri bagi pencinta fotografi.
Eh, pada zaman kolonial Puncak Lawang ini menjadi tempat menyepinya para mener dan none Belanda. Suasananya itu yang membuat fresh. Tenang dan adem pula.
Buktinya saja mudah dijumpai rumah bergaya kolonial di sekitar daerah ini. Tiap rumahmya ada tertulis tahun pembuatannya rata-rata lebih dari 100 tahun.
Buktinya saja mudah dijumpai rumah bergaya kolonial di sekitar daerah ini. Tiap rumahmya ada tertulis tahun pembuatannya rata-rata lebih dari 100 tahun.
Sepintas memang tempat ini masih sedang peremajaan. Terlihat beberapa sudutnya yang lagi dibangun. Ada bangunan utama berlantai 3 sepertinya akan menjadi cafe dan tempat penginapan, musala, spot view dekat tangga utama Puncak lawang dan pondok-pondok tempat makan.
Berkunjung ke Puncak Lawang, bukan saja untuk menikmati pemandangan alam, tapi dapat mencoba bebrapa wahana yang dapat memacu adrenalin seperti bermain flaying fox, melintas di jembatan ban dan jembatan goyang atau mencoba naik Paralayang.
Puncak Lawang pun menjadi tempat untuk penyelenggaraan olahraga internasional Paralayang. Daerah dengan hembusan angin yang tinggi sangat mendukung sekali untuk melayang-layang dengan melihat keindahan danau Maninjau.
Hingga saat ini saya pun masih bingung, Puncak Lawang ini milik pemerintah daerah, masyarakat setempat atau perorangan, masih silang pendapat gitu.
"Sudah ah, lapar banget ini. Jam makan siang telah tiba," ungkap saya sembari turun dari puncak untuk menunggu mobil angkutan penumpang yang akan mengantar kami ke tempat parkir motor.
"Sudah ah, lapar banget ini. Jam makan siang telah tiba," ungkap saya sembari turun dari puncak untuk menunggu mobil angkutan penumpang yang akan mengantar kami ke tempat parkir motor.
Dari Puncak Lawang ini, kami meneruskan perjalanan ke Kota Bukittinggi untuk wisata kuliner. Puncak Lawang memang memikat hati. Brrrr
———————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.