Manisnya Saka Lawang, Nagari Penghasil Gula Tebu Tradisional di Ranah Minang
Sempat terpikir, gula merah yang selama ini dikonsumsi, bisa jadi berasal dari Lawang. Daerah ini disebut-sebut penghasil industri gula merah. Lajur kendaraan ini sedang menurun dan kami berhenti sejenak di sebuah kedai untuk mengisi bahan bakar motor.
“Uni, pembuatan gula tebu yang pake kerbau masih ada nggak? Jauh nggak tempatnya? Tanya saya bak peluru kepada gadis di kedai itu.
“Ndak jauh do, luruih se. Beko ada tikungan dakek SD. Nampak jaleh beko (Tidak jauh, lurus saja. Bila ada tikungan dekat SD. Nanti terlihat jelas),” jawabnya dengan logat Minangkabau yang kental, sembari kami membayar 2 liter pertalite.
Memang penasaran, jika tidak melihat secara langsung tidak akan seru. Sedari tadi abis jelajah Puncak Lawang, saya selalu mendumel harus menemukan tempat pembuatan gula tebu tradisional ini.
Rezeki memang tidak ke mana, berencana meluncur untuk ke Bukittinggi, eh akhirnya tempat yang diincar terlihat. Kami pun berhenti dan memarkirkan kendaraan. Kala itu, saya bersama Wahyu, Ada Anum dan Mulazmi juga.
Lawang salah satu nagari (desa) di Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatra Barat yang terkenal dengan penghasil gula tebu di Ranah Minang. Daerah ini juga merupakan sentral agroindustri gula merah tebu yang dikenal juga dengan nama saka Lawang.
Melihat topografi dan keadaan lingkungannya, tebu memang cocok tumbuh di daerah ini. Perkebunan tebu pun banyak dan dikelola oleh masyarakat sendiri. Rata-rata masyarakat Lawang memiliki lahan kebun tebu sekitar 0,5 – 2 ha per rumah tangga dengan luas lahan perkebunan tebu sekitar 700 ha.
Selain Lawang ada juga Nagari Tigo Balai yang menjadi lumbung tebu di Kacamatan Matur ini. Tapi, tetap yang terkenal di Lawang.
Selain Lawang ada juga Nagari Tigo Balai yang menjadi lumbung tebu di Kacamatan Matur ini. Tapi, tetap yang terkenal di Lawang.
Lawang dan Matur memang sudah terkenal sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Daerah ini menjadi tempat menyepi para pejabat kolonial tempo dulu. Pesona alamnya selalu memukau, terlebih landskap danau Maninjau dari ketinggian. Cantik sekali.
Bukan saja tebu, ada juga kacang Lawang yang cukup terkenal. Berbagai jenis olahan dari tebu dan kacang juga tersedia ada gula semut, dodol, keripik ubi jalar, keripik talas, kacang telur, kacang tojin hingga kipang kacang. Semuanya dapat menjadi buah tangan saat berkunjung ke tempat ini.
Lawang Penghasil Gula Saka Tradisional dan Langka
Ini adalah Kilang Tebu Tradisional Dan Randang Kacang Ni Des. Seorang lelaki paruh baya sedang berkutat dengan kerbau dan beberapa batang tebu yang hendak diperas. Ia adalah Asrul (58), pemilik industri rumahan kilang tebu.
Ini adalah Kilang Tebu Tradisional Dan Randang Kacang Ni Des. Seorang lelaki paruh baya sedang berkutat dengan kerbau dan beberapa batang tebu yang hendak diperas. Ia adalah Asrul (58), pemilik industri rumahan kilang tebu.
Kami meminta izin untuk melihat, dengan ramahnya ia mempersilahkan kami untuk singgah dan berbincan-bincang. Jepret sana, jepret sini. Sekalian bikin video juga.
“Sudah turun temurun kami mengolahan tebu secara tradisional dengan menggunakan tenaga kerbau. Sudah tiga generasi,” sebutnya.
Meski perkembangan zaman yang menuntut menggunakan teknologi canggih, di sini proses pengolahan tebu menjadi gula masih dilakukan secara tradisional. Bahkan sudah turun temurun sejak zaman kolonial loh.
Uniknya, proses ekstrak air tebu (nira tebu) menggunakan bantuan tenaga kerbau. Terdapat tempat khusus untuk memeras tebu ini, kerbau akan ditutup matanya dengan batok kelapa dan kain. Kemudian jika diberi makan dari batang tebu juga, si kerbau ini akan berjalan memutar.
Saat kerbau ini berjalan memutar, batang tebu dapat dimasukan ke mesin penggilingnya hingga keluar airnya. Kira-kira untuk memeras 100 batang memakan waktu selama 2 jam.
Untuk pengolahan air tebu menjadi gula pun masih secara tradisional dengan menggunakan kulai besar berbahan bakar kayu.
Prosesnya nira tebu disaring, selanjatnya dimasak dalam kuali yang telah ada selama 3 jam hingga mengental menjadi warna merah kecoklatan. Sebelum mengeras dimasukan ke cetakan dan jadi deh saka Lawang.
Saat kerbau ini berjalan memutar, batang tebu dapat dimasukan ke mesin penggilingnya hingga keluar airnya. Kira-kira untuk memeras 100 batang memakan waktu selama 2 jam.
Untuk pengolahan air tebu menjadi gula pun masih secara tradisional dengan menggunakan kulai besar berbahan bakar kayu.
Prosesnya nira tebu disaring, selanjatnya dimasak dalam kuali yang telah ada selama 3 jam hingga mengental menjadi warna merah kecoklatan. Sebelum mengeras dimasukan ke cetakan dan jadi deh saka Lawang.
Terkesan jadul, tapi ini khasnya dan menjadi daya tarik untuk atraksi wisata. Sayangnya kami tidak sempat melihat proses pembuatan gulanya. Tidak apa-apa mungkin next time harus kembali ke Lawang.
Kabarnya, hasil gula merah yang diolahan secara tradisional ini menciptakan citarasa gula yang enak dengan wangi khas gitu.
Kabarnya, hasil gula merah yang diolahan secara tradisional ini menciptakan citarasa gula yang enak dengan wangi khas gitu.
Dududu... Matahari yang kian memuncak. Ditambah perut yang sudah lapar. Kami pun pamit kepada bapak Asrul. Bertepatan pula dengan kedatangan rombongan wisatawan dari Malaysia yang singgah ke tempat ini.
Lawang memang keren dan selalu memberikan pesona yang berbeda. Bila berkunjung ke objek wisata Puncak Lawang atau Lawang Park akan melewati perkebunan tebu.
Nah, di sana terdapat kilang pengolahan tebu secara tradisional. Wisatawan mancanegara saja sudah sering melihatnya. Hayo kamu kapan?
Nah, di sana terdapat kilang pengolahan tebu secara tradisional. Wisatawan mancanegara saja sudah sering melihatnya. Hayo kamu kapan?
———————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.