Candi Padang Roco Situs Cagar Budaya Saksi Kerajaan Melayu Tua di Indonesia
Wah hujannya kian lebat, sebutku dalam hati. Sedari tadi langit memang sudah mendung. Meskipun begitu tidak menyurutkan perjalanan saya ketika menjelajahi Kabupaten Dharmasraya ini yang pernah manjadi pusat Kerajaan Melayu Tua di Indoensia.
Tidak ada yang banyak tahu soal kisah ini. Jika ditelusuri keberadaannya jejak kerajaan tersebut berlokasi di Kabupaten Dharmasraya. ini. Sekitar 5-6 jam berkendara dari Kota Padang. Cukup jauh memang dan lebih dekat dengan provinsi Jambi dan Riau yang memiliki kaitan juga dengan kerajaan ini.
Lokasi Panen Ikan Larangan sebelum hujan |
Tempo hari, saya dan Mei Hanum mendapat kesempatan untuk melihat langsung salah satu atraksi dari Festival Pamalayu yang tengah berlangsung hingga 7 Januari 2020 mendatang. Atraksi ini Panen Raya Ikan Lubuk Larangan merupakan tradisi dan bentuk kearifan lokal masyarakat Kampung Surau, Nagari Lubuk Selasih. Lokasinya sekitar 15 menit dari kantor bupati.
Festival Pamalayu menjadi pembuka tabir khasanah Kerajaan Melayu Tua di Indonesia. Namanya terinspirasi dari sebuah ekspedisi yang terjadi pada tahun 1286 dari Singosari menuju Kerajaan Melayu Dharmasraya.
Hasil panen ikal larangan |
Dharmasraya menjadi salah satu tujuan penjelajahan saya, karena ada bukit peninggalan sejarah yang sudah lama saya ingin kunjungi. Usai melihat panen raya, perjalanan dilanjutkan ke Jorong Sei Langsek, Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung. Jarak tempuhnya sekitar 20 menit dari kantor bupati.
Tempat yang saya tuju ini adalah Kompleks Candi Padang Roco, salah satu situs Cagar Budaya Indonesia yang bernilai sejarah tinggi dan menjadi saksi kejayanan Kerajaan Swarnabhumi (Melayu Dharmasraya).
Sekali lagi hujan belum juga reda. Kami masih tempuh perjalanan ini. Setibanya di lokasi,hujannya perlahan mulai renda. Bersyukur sekali alam menyambut baik kedatangan kami. Saya dipandu oleh Arjuna Nusantara. Ia pemuda asli Dharmaraya yang menemani saya bersama Mei Hanum dan tim Media Kumparan.
Perjalanan menuju Candi Padang Roco sebelum hujan |
Candi Padang Roco menjadi salah satu situ cagar budaya peninggalan kerajaan Budha di pulau Sumatra yang posisinya berada di hulu Sungai Batang Hari. Keberadaan candinya tidak sendiri, tapi satu kawasan percandian yang cukup luas.
Para arkeolog pun mengakui situs ini sebagai bukti adanya Kerajaan Melayu Dharmasraya sejak abad ke-13. Kabupaten Dharmasraya ini pernah menjadi lokasi pusat pemerintahan dan ibukota kerajaan melayu tua yang ditunjukan dengan adanya kompleks percandian sebagai sarana ibadah.
Menyusuri Candi Padang Roco Sebagai Pusat Kerajaan Melayu Tua
Menurut penjelasan Arjuna kawasan candi ini lebih dari 10 Ha dibuktikan dengan adanya parit mengelilingi kawasan situs tersebut. Namun, terdapat tiga candi dalam kawasan ini yang sudah dieskavasi dengan luas area yang sudah dilindungi sekitar 4.475 m2.
Candi ini bisa disebut dengan nama Candi Padang Roco I, Candi Padang Roco II dan Candi Padang Roco III. Uniknya, seluruh bangunan candi ini terbuat dari batu bata merah dan berbeda dengan bentuk dan strukturnya dengan candi di pulau Jawa yang berbahan batu andesit. Denahnya pun hampir serupa berbentuk bujur sangkar.
Kami mulai berjalan melihat bangunan yang pertama, Candi Padang Roco I sebagai candi induk yang ada di kompleks ini karena memang yang paing luas. Saya sangat tajub sekali. Candinya berukuran 21 m x 21 m, dengan tinggi bangunan tersisa 0,9 m.
Kata Arjuna, candi ini memiliki 4 arah mata angin yang menujukan pusat untuk beribadah. Adapun struktur pondasi bangunan candi berupa campuran antara kerikil, kerakal dan batu pasir dengan ketebalan 80 cm dari lapis bata terbawah. Bagian bangunan yang masih asli berada di bagian kaki candi yang terdiri dari 26 lapis bata di sisi timur laut dan 22 lapis bata di sisi barat laut.
Beranjak ke Candi Padang Roco II yang merupakan candi perwara dari Candi Padang Roco I. Berukuran 4,40 m x 4,40 m dengan tinggi yang tersisa 1,28 m. Bangunan candi berorientasi ke barat daya–timur laut dengan pintu masuk dan tangga yang menjadi arah hadap di sisi barat.
Terakhir Candi Padang Roco III, bentuknya sedikit memanjang pada arah barat daya-timur laut. Candi ini terdiri atas dua bangunan. Bangunan pertama merupakan candi dengan denah bujursangkar berukuran 8,50 x 8,50 m. Bangunan kedua adalah maṇḍapa dengan ukuran 13,50 x 8,50 m dan berdenah empat persegi panjang.
Kedua bagian dari Candi Padangroco III tampak seolah menyatu berukuran 22 x 8,50 m. Seharusnya terdapat sisa tangga atau pintu di sisi baratdaya kedua bangunan tersebut. Namun, tidak dapat ditemukan. Candi ini merupakan candi perwara juga sama seperti Candi Padang Roco II. seperti ditulis Djafar Hasan dalam buku Candi Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa Tahun 2014.
Candi ini bisa disebut dengan nama Candi Padang Roco I, Candi Padang Roco II dan Candi Padang Roco III. Uniknya, seluruh bangunan candi ini terbuat dari batu bata merah dan berbeda dengan bentuk dan strukturnya dengan candi di pulau Jawa yang berbahan batu andesit. Denahnya pun hampir serupa berbentuk bujur sangkar.
Suasana Candi Padang Roco I |
Kata Arjuna, candi ini memiliki 4 arah mata angin yang menujukan pusat untuk beribadah. Adapun struktur pondasi bangunan candi berupa campuran antara kerikil, kerakal dan batu pasir dengan ketebalan 80 cm dari lapis bata terbawah. Bagian bangunan yang masih asli berada di bagian kaki candi yang terdiri dari 26 lapis bata di sisi timur laut dan 22 lapis bata di sisi barat laut.
Suasana Candi Padang Roco II |
Terakhir Candi Padang Roco III, bentuknya sedikit memanjang pada arah barat daya-timur laut. Candi ini terdiri atas dua bangunan. Bangunan pertama merupakan candi dengan denah bujursangkar berukuran 8,50 x 8,50 m. Bangunan kedua adalah maṇḍapa dengan ukuran 13,50 x 8,50 m dan berdenah empat persegi panjang.
Suasana Candi Padang Roco III |
Area percandian ini tidak jauh dari perkebunan dan sawah masyarakat. Tempatnya sangat luas dan asri. Tersedia toilet dan tempat parkir kendaraan yang representatif. Akses jalannya sangat mulus dan mudah dijumpai.
Jejak Lainnya Kerjaan Melayu Dharmasraya.
Prasasti Amoghapasa dan ArcaAmoghapasa |
Selain candi dijumpai juga berbagai macam artefak penting yang menujukan penggalan narasi Kerajaan Melayu Dharmasraya seperti Prasasti Padang Roco yang ditemukan tahun 1911. Prasasti ini merupakan sebuah lapik (alas) dari Arca Amoghapāśa.
Ada Prasasti Amoghapasa merupakan tulisan pada bagian belakang Arca Amoghapāśa yang memiliki tinggi 163 cm, lebar 97-139 cm, dan berbahan batu andesit. Ditemukan tahun 1880-an. Arca Amoghapāśa dibawa saat Ekspedisi Pamalayu sebagai hadiah dari Raja Singosari Kertanegara kepada Raja Malayu Mauliwarmadewa di Melayu Dharmasraya.
Bagian atas Archa Bhirawa |
Bagian bawah Archa Bhirawa |
Ada lagi yang fenomenal, Arca Bhairawa merupakan patung batu andesit dengan tinggi 4,41 m dan berat 4 ton yang merupakan perwujudan dari Raja Adityawarman. Pemerintah Hindia Belanda membawanya ke Kebun Margasatwa Bukittinggi pada tahun 1935.
Sejak tahun 1937 hingga sekarang berada di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Termasuk kedua prasasti tadi. Saya sendiri sudah melihat bentuk arca dan prasastinya waktu SMP dan ada juga replika Arca Bhairawa di Museum Adityawarman di Padang.
Archa Bhirawa saat ditemukan di kawasan Candi Padang Roco tahun 1935 |
Pelestarain Candi Padang Roco Upaya Menyelamatkan Cagar Budaya Indoensia
Tim Media Kumparan saat berkunjung ke Candi Padang Roco |
Dari hasil temuan ini diteliti kembali oleh F.M. Schnitger pada tahun 1935 dan hasilnya dilaporkan dalam bukunya yang berjudul The Archaeology of Hindoo Sumatra (1937). Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1991, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Provinsi Sumatra Barat dan Riau tahun 1992.
Candi Padang Roco I saat proses pemugaran |
Upaya pelestarian ini terus dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagari Budaya (dulu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala) dengan melakukan pemugaran dan penelitian sejak tahun 1995-1999 dan tahun 2002-2004. Saat ini Candi Padang Roco telah masuk situs cagar budaya dengan nomor inventaris 01/BCB-TB/A/18/2007. Artinya harus terus dirawat. Jangan sampai hilang terkubur kembali termakan zaman.
Candi Padang Roco I yang telah melewati serangkaian pemugaran |
Meski dibatasi oleh waktu karena harus pulang ke Padang. Saya sangat senang bisa jadi bagian "merayakan Dharmasraya”. Terlebih bisa bertandang ke situs cagar budayanya. Melalui Festival Pamalayu ini mendorong masyarakat untuk ikut melestarikan, menjaga dan mengenalkan berbagai macam peninggalan peradaban masa lalu Dharmasraya serta memetik sari dari berbagai nilai kearifannya.
Dari Candi Padang Roco ini bukan sekedar tinggalan purbakala yang kuno. Namun, jauh lebih dari ini memiliki potensi ekonomi yang harus segera disiapkan. Dalam perkembangannya Candi Padang Roco harus menjadi salah satu desitnasi wisata heritage dunia yang wajib dikunjungi oleh masyarakat. Dukungan, partisipasi berbagai kalangan terutama masyarakat sekitar lokasi menjadi modalnya, di samping pemerintah terkait juga untuk melengkapi sarana prasaran pendukung lainnya.
Pesonanya tidak akan berkilau, jika peradaban masa lalunya tidak diungkap kembali dan dibagikan kepada kami generasi muda. Dengan berkunjung ke situs Candi Padang Roco ini dan posting keberbagai platform media sosial sudah turut merawat narasi Kerajaan Melayu Dharmasraya sebagai bagian peradaban Cagar Budaya Indonesia. Tetap menjaga kebersihan dan tertib saat berkunjung ya.
Satu kata untuk Dharmasraya, Amazing!
Nah, mari bagikan informasi mengenai cagar budaya yang ada disekitar kita dan ikuti Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia dengan tema "Rawa atau Musnah". Informasinya dapat lihat situs kebudayaan.kemendikbud.go.id, Instagram @cagarbudayadanmuseum dan @ibuibudoyanmenulis Jangan sampai ketinggalan ya!
Nah, mari bagikan informasi mengenai cagar budaya yang ada disekitar kita dan ikuti Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia dengan tema "Rawa atau Musnah". Informasinya dapat lihat situs kebudayaan.kemendikbud.go.id, Instagram @cagarbudayadanmuseum dan @ibuibudoyanmenulis Jangan sampai ketinggalan ya!
———————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.