Hotel Legendaris Kota Padang

Hotel Legendaris Kota Padang

Hotel Legendaris Penginggalan Zaman Kolonial di Kota Padang

Kota Padang dikenal sebagai kota bandar yang berpengaruh pada zamannya. Tempo itu, pernah menjadi kota metropolitan di pesisir Pantai Barat Pulau Sumatera, tentunya saat puncak kejayaannya ketika mega proyek tiga serangkai diluncurkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

Kota Padang yang mulanya hanya daerah rawa yang kemudian berkembang menjadi pemukiman ketika bangsa eropa menginjakan kakinya di sini hingga membentuk sebuah kota lengkap dengan segala pernak perniknya.





Wajah Padang pun terbilang maju di antara kota bandar lainnya. Ada bank, perusahanan ekspor inpor, rumah sakit, barak dan tangsi, pelabuhan, jaringan kereta api, tempat penginapan atau hotel hingga ada rumah hiburan sebagai tempat pertujukan.

Dr. Suryadi menuliskan dalam Rubrik Minang Saisuak Singgalang pada 26 September 2010, Padang sejak dulunya sudah menjadi kota bisnis dan kota wisata di Hindia Belanda. Di zaman kolonial Padang adalah kota termaju di pantai barat Sumatra. Menjelang pergantian abad ke-19 dan abad ke-20, kota Padang boleh dibilang relatif telah memenuhi kriteria kota modern.



Namun, keberadaan hotel zaman kolonial ini tidak banyak yang menceritakan. Untungnya masih ada beberapa hotel yang bertahan hingga saat ini. Jika ada pun berupa buku lama dan dokumen foto yang berasal dari situs dokumentasi miliki Belanda.

Sebenarnya jika ungkap kembali perihal dunia perhotelan zaman kolonial ini akan menarik juga. Setidaknya saya akan mengulasnya berdasarkan referansi yang telah saya kumpulkan. Kira-kira berikut ini hotel bersejarah dan menjadi legenda di Kota Padang. 

1. Hotel Sumatra



Dimulai dari Hotel Sumatra, ini merupakan hotel yang pertama kali didirikan di Padang, kira-kira pertengahan abad ke-19. Jika dilihat lokasinya, Hotel Sumatra itu berada dekat penjara di Muaro. Menurut Dr. Suryadi boleh dibilang bahwa Hotel Sumatra adalah pionir dunia perhotelan di Padang. Pada dekade-dekade berikutnya muncul hotel-hotel lain, seperti Hotel Atjeh, Hotel Oranje dan Hotel Kong Bie Hiang.

Dalam beberapa foto yang dipublikasikan oleh KITLV dapat terlihat bangunannya memiliki arsitektur khas pesisir pantai, belanda menyebut Rumah Padang. Bangunannya pun masih terbuat dari kayu dan beratap rumbia. Hotel Sumatra kala itu masih sangat sederhana. 

2. Hotel Padang

Hotel Legendaris Kota Padang

Hotel Padang ini ada dua versinya. Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwatmu Dulu menceritakan, terdapat penginapan dengan nama Hotel Padang yang berlokasi dekat muara Batang Arau jika arahnya ke luar dari jalan Nipah. Lokasinya tidak jauh dengan Hotel Sumatra.

Tidak ada gambaran sedikit pun bentuk Hotel Padang dan foto lamanya. Namun, Hotel Padang dan Hotel Sumatra ini sudah tidak ada lagi dan bekasnya merupakan penjara muara sekarang. Cerita ini merupakan Hotel Padang versi pertama.

Ada Hotel Padang versi lainnya yang keberadaannya masih ada saat ini. Saya pun tidak tahu ada hubungannya dengan Hotel Padang yang di muara dengan yang sekarang ada. Barangkali hanya namanya saja yang serupa. Hotel Padang ini berlokasi di jalan Bagindo Aziz Chan No.28.

Hotel Padang bergaya art deco yang dibangun tahun 1926. Arsitekturnya masih  asli termasuk interiornya yang klasik. Hotel Padang awalnya merupakan rumah tinggal keluarga Ang Shia kemudian menjadi penginapan tahun 1952.

Kini, Hotel Padang telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan nomor invenetaris 28/BCB-TB/A/01/2007. Hotel Padang pun menjadi salah satu hotel tertua di Padang yang masih kokoh berdiri dengan bentuk aslinya dan eksis hingga saat ini, meskipun telah diguncang gempa 30 September 2009 lalu.

3. Hotel Oranye

Hotel Legendaris Kota Padang

Hotel Oranje ini memiliki banyak kenangan dan bisa menjadi saksi perkembangan kota diperkirakan pertengahan abad ke-19. Hotel Oranje telah melintasi banyak zaman dan termasuk banyak didokumentasikan oleh fotografer Belanda. Bangunan awalnya terbuat dari kayu dan atap rumbia, seiring berjalannya waktu berubah bentuk menjadi sangat modern pada zamannya dengan atap genteng dan dinding tembok bata berlepa yang dibangun 1930.

Hotel Legendaris Kota Padang
Hotel Legendaris Kota Padang

Hotel Oranye ini berlokasi di Jalan Gereja No. 3 yang berdiri di atas tanah bekas rumah Gubernur Sumatra Westkust sebelum pindah ke Belatung atau jalan Sudirman Sekarang. Nama hotel ini mengalami pergantian nama dan rupa fisiknya. Hotel ini milik BUMN loh dan masuk list bangunan cagar budaya dengan nomor invenetaris 60/BCB-TB/A/01/2007, meski sudah hilang jejaknya.

Mulanya Hotel Oranye kemudian menjadi Hotel Natour Muara dan sekarang bernama Grand Inna Muara Hotel. Bentuknya pun sudah jauh berubah terlebih pasca gempa 30 September 2009 telah direnovasi secara total menjadi lebih modern dan lebih luas. Tidak ada kesan kolonialnya.
 
4. Hotel Atjeh


Hotel Atjeh ini masih dekat dengan Hotel Orayen, tapi posisi persisinya tidak ada yang tahu apakah di depannya atau di sampingnya. Hotel Atjeh ini pun tidak banyak diceritakan dalam buku sejarah yang membahas Kota Padang. Cuma kalimat pelengkap saja dan tidak ada penjelasan yang cukup untuk digambarkan pada kondisi sekarang.

Dokumentasi lama pun hanya ada satu yang saya temukan. Kabarnya Hotel Atjeh dan Hotel Orayen ini pemiliknya sama saat zaman kolonial. Pastinya Hotel Atjeh ini sudah tidak ada lagi.

5. Hotel Kong Bie Hiang


Jika Hotel Atjeh masih ada juga diceritakan dalam narasi sejarah Kota Padang, laih halnya dengan Hotel Kong Bie Hiang ini, malah tidak ada sama sekali. Jika ada pun berasal dari tulisan Dr. Suryadi. Jejak Hotel Kong Bie Hiang pun sudah tidak ada lagi.

6. Hotel Centraal

Hotel Central pun serupa kisahnya dengan Hotel Kong Bie Hiang yang tidak ada sedikit pun narasinya. Saya menemukan namanya berasal dari foto lama, peta lama, dan tulisan Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwatmu Dulu menceritakan ada Hotel Centraal atau Grand Hotel yang lokasinya dekat jalan M.H. Tamrin Alang Laweh. Jika ada pun saat ini pastinya sudah jadi bangunan baru.

7. Hotel Ambacang


Sebelum menjadi penginapan, ketika zaman kolonial Hotel Ambacang ini pernah digunakan untuk kantor Central Trading Company dan Handelsvereeniging Harmsen Verwey and Dunlop N.V dan pertokoan tahun 1998-an yang didominasi dengan warna putih dan hijau.

Hotel Ambacang ini lokasinya di jalan Bundo Kandung. Pernah termasuk cagar budaya dengan nomor invenetaris 60/BCB-TB/A/01/2007. Sayangnya pasca gempa 30 September 2009 bangunan mengalami kerusakan yang cukup parah dan sudah dihapuskan menjadi cagar budaya.




Jejak Hotel Ambacang pun teelah hilang dan telah digantikan dengan arsitektur yang lebih modern, meskipun aksen gaya eropanya masih ditonjolkan. Namanya pun sudah sekarang telah diganti menjadi Hotel Axana. 

8. Hotel  Belantoeng

Hotel  Belantoeng tidak banyak diceritakan sekiranya hadir pada awal abad ke-20. Saya menemukan namanya berasal dari peta lama, dan potongan kalimat dari tulisan Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwatmu Dulu. Lokasinya sekarang berdiri kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Pdang yang tidak jauh dari kediaman Gubernur Sumatra Barat di jalan Sudirman.

9. Hotel Nagara


Hotel Nagara ini berdiri pada 5 Februari 1918 seperti tetulis pada inksrispi di dinding banguannya dan memiliki bentuk arsitektur indische. Hotel Nagara ini adalah bangunan cagar budaya dengan nomor invenetaris 51/BCB-TB/A/01/2007 yang bertempat di jalan Pasar Mudik No.22-24 Kawasan Pasa Gadang.

Seiring berjalannya waktu seperti bangunan tua lainnya mengalami fungsi yang berbeda, mulanya sejak zaman kolonialnya sebagai toko batik, berubah jadi Hotel Nagara sekarang menjadi gudang PT. Gadjah Tunggal. Salah satu bangunanya yang terdapat inksrispi dijual terdapat tulisan dijual dan kondisinya sangat memprihantinkan, banyak mengalami kerusakan. 

10.  Hotel Pasa Gadang


Mungkin tidak ada yang mengira Gedung Juang 45 BPPI saat ini itu dulunya pernah menjadi Hotel Pasa Gadang yang bertempat di  Jalan Pasa Mudik No.50 Pasa Gadang. Awalnya bangunan ini menjadi penginapan para saudagar di sekitaran tempat ini hingga kemudian menjadi markas para pejuang yang dikenal dengan Gedung Juang 45 BPPI (Barisan Pejuang Pemuda Indonesia).

Hotel Pasa Gadang ini memiliki sejarah yang sangat penting bagi Kota Padang terutama masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Kala itu para pemuda yang telah berjasa mengibarkan bendera merah putih di depan gedung ini sebelum menyebar hingga ke pusat kota dan di sebelah kantor Pos. Saat ini menjadi cagar budaya dengan nomor invenetaris 15/BCB-TB/A/01/2007.

Menurut informasi saya peroleh, bangunan tampak depannya masih asli sejak akhir abad ke-19 dan bangunan dalamnya telah mengalami beberapa perubahan. Sempat dipungar tahun 1987, pasca gempa 30 September 2009 mengalami beberapa retakan.

Hotel Pasa Gadang ini memiliki dua lantai dan beberapa meter tanah kosong di belakangnya. Menariknya ada prasasti yang terbuat dari baja yang dibiarkan begitu saja tergeletak di belakang gedung. Kabarnya bangunan ini akan dijadikan museum kota dan museum gempa 30 September 2009. Masih proses renovasi. Semoga cepat terealisasi. 

11. Beautik Hotel


Bautik Hotel ini sebenarnya bekas gedung perbangkan zaman kolonial yang bernama Padangsche Spaarbank. Dibangun pada tahun 1908 yang berlokasi di Jalan Batang Arau No. 33. Bautik Hotel menjadi salah satu dari bangunan yang dijadikan Pemerintah Kota Padang sebagai benda bersejarah yang dilindungi berdasarkan SK No 16/BCB-TB/A/01/2007.

Bautik Hotel masih berdiri kokoh ini bergaya neoklasik yang mendapat pengaruh dari arsitektur artdeco. Gedung dengan gaya mahkota di bagian depan atas yang menjadi bangunan tercantik kedua di Kota Tua Padang Setelah Geo Wehry and Co. Sejak Oktober 2017 hingga sekarang ini gedung ini masih dalam prose pemugaran. Kabarnya akan digunakan kembali menjadi hotel/penginapan.

Baca: Padangsche Spaarbank Riwayatmu Kini

12. Penginapan Bat and Raw


Terakhir ada Penginapan Bat and Raw ini menempati bekas bangunan kolonial yang dulunya merupakan kantor dagang kenamaan Belanda yaitu NV Internatio. Bangunannya dibangun sejak tahun 1910 yang berada di Jl. Batang Arau No. 23. Gedung ini merupakan banguan cagar budaya dengan nomor invenetaris 15/BCB-TB/A/01/2007.

Sayangnya akibat gempa 30 September 2009, bangunan ini mengalami kerusakan berat, meliputi atap, dinding, lantai, bangunan lantai 2 juga hancur. Saat ini hanya masih utuh dinding bangunan tampak depannya dan dimanfaatkan bagian lantai satunya sebagai kafe dan beberapa bagiannya menjadi penginapaan. Tempat ini cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan asing yang datang dan ingin berlibur ke Kabupaten Kepulauan Mentawa.

Baca: Telusuri Gedung NV. Internatio

Dari ke semua hotel tersebut yang masih eksis hingga saat ini yaitu Hotel Oraye (Grand Inna Muara Hotel), Hotel Padang, Hotel Ambacang (Hotel Axana) dan Penginapan Bat and Raw. Inilah hotel legendaris di Kota Padang, ada yang sejak kolonial menjadi hotel dan ada yang banguannya kemudian dimanfaatkan menjadi hotel.

Jika ditelusuri lebih dalam lagi ternyata akan menyibak informasi yang takalah menarik. Jejak hotel kolonial yang legendaris ini menjadi potongan narasi Kota Padang yang harus dirajut satu per satu. Selama ini terlalu lama cabiak termakan zaman.
——————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel