Pinyaram Si Manis Menggoda dari Minangkabau

Pinyaram

Pinyaram, nama penganan ini tidak asing bagi masyarakat Sumatra Barat. Pinyaram merupakan salah satu kuliner tradisional khas Minangkabau berjenis kue. Jika diperhatikan, sekilas memang menyerupai kue Cucur. Namun, tentunya terdapat perbedaannya.

Keberadaan kuliner tradisional ini masih eksis dan tidak lekang dimakan zaman. Peminatnya pun tidak sedikit, mencobanya bikin ketagihan. Bagaimanapun kuliner di Ranah Minang itu dijamin enak, termasuk Pinyaram ini.

Pinyaram dan Kue Cucur, Sama atau Beda?

Pinyaram

Pinyaram ini bisa dikatakan juga kue cucur, kue tradisonal ini hampir ada di tiap daerah di Nusantara dan biasanya berfungsi sebagai pelengkap ritual adat.

Dalam tulisan Eveline Y. Bayu disebutkan, jajanan tradisional ini sudah tersebar di pulau Jawa, Madura, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Mengenai cerita dan asal usul kue cucur pun beragam. Keberadaan kue cucur juga terdapat di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Srilanka dan India. 

Di Malaysia dikenal dengan nama kuih cucur, tetapi di daerah Sabah lebih dikenal dengan nama pinjaram, di daerah Sarawak lebih dikenal dengan nama penyaram. Jenis kuih cucur di Malaysia ada beberapa, antara lain cucur badak, cucur berlauk, cucur gula merah dan cucur jawa.

Di Brunei Darussalam dikenal dengan nama kuih pinyaram. Di Thailand dikenal dengan nama khanom fak bua atau khanom chuchun . Di India dikenal dengan nama neyyappam.

Mencari Jejak Asal Muasal Pinyaram

Pinyaram

Secara historis, tidak ada literatur yang menceritakan asal muasalnya lahirnya Pinyaram di Bumi Minang. Jika ada kaitannya dengan zaman kerajaan atau kolonial tempo dulu, mungkin bisa jadi dibawa dari para pedagang yang berlabuh di Minangkabau, kemudian menetap dan beradaptasi dengan masyarakat setempat. Ini baru semacam asumsi saja.

Namun ada satu daerah tidak jauh dari Sumatra Barat yaitu di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang menggunakan kue cucur alias pinyaram ini untuk ritual adatnya. Eveline Y. Bayu menuliskan para nelayan biasa mengadakan upacara ritual dan jamuan laut yang bertujuan untuk melindungi nelayan ketika menangkap ikan dan melindungi daerah tersebut dari wabah penyakit. 

Para nelayan menyiapkan persembahan berupa kue-kue yang melambangkan suku-suku yang ada di daerah tersebut. Salah satu kue yang dibuat persembahan ialah kue cucur. Kue cucur digunakan sebagai lambang suku Keling. Berdasarkan perlambang ini, diduga kue cucur dibawa oleh pedagang India yang datang ke pulau Sumatra.

Pinyaram

Jika dilihat dari kedekatan wilayahnya, kemungkinan juga Pinyaram ini dibawa oleh pedagang India. Tapi perlu dilakukan kajian lagi.

Dalam perkembangannya, Pinyaram ini menjadi kue pelengkap saat prosesi keagamaan dan adat di Minangkabau, seperti pesta pernikahan, manjalang mintuobatagak gala, acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan Isra Miraj, menyambut bulan Ramadan hingga kue hari raya.

Ada Limpiang Pinyaram, Khas Solok Selatan

Ternyata Pinyaram ini bisa dikombinasikan dan menjadi menu baru. Namanya Limpiang Pinyaram, merupakan kuliner khas dari Kabupaten Solok Selatan yang termasuk ke dalam jenis jajanan tradisional. Kue ini terdiri dari limpiang yang berwarna putih dan pinyaram yang berwarna kecoklatan. Sekilas bentuknya menyerupai kue cucur di Jawa yang bentuknya bulat datar, tapi jika Limpiang Pinyarama ini terdapat tonjolan dibagian tengahnya. 

Jajanan ini gampang-gampang susah menjumpainya, biasanya dapat dijumpai di pasar tradisional atau pada prosesi upacara adat dan pernikahan. Kue ini berbahan dasar tepung beras yang ditambah bahan pelengkap lainnya. Kemudian dicampur menjadi adonan yang nantinya digoreng. Kue ini memiliki rasa manis dan lebih nikmat disajikan ketika masih hangat ditemani dengan secangkir kopi atau teh.

Mencicipi Pinyaram Kayu Tanam yang Penuh Rasa

Pinyaram

Kuliner ini termasuk jajanan pasar. Menariknya akan mudah dijumpai di daerah Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman. Pinyaram ini masuk top ten kuliner khasnya. Bahkan tempatnya dikenal dengan sebutan Kelok Pinyaram.

Soal rasa, Pinyaram ini memiliki taste yang enak, campuran antara gurih dan manis. Bahan dasarnya terbuat dari campuran tepung beras, gula aren atau gula pasir, vanili, dan santan kelapa yang kemudian digoreng. Semakin tradisonal proses pembuataannya, maka katanya semakin enak rasanya. Terutama tepung berasnya.

Pinyaram

Pinyaram ini memiliki bentuk bulat gepeng, di tepinya terasa lebih garing dan di tengahnya lebih padat. Teksturnya sangat empuk dan berminyak. Pinyaram ini terdiri dari dua ukuran ada yang besar dan mini, tergantung peruntukannya.  Biasanya saat  acara keagamaan dan adat, ukuran Pinyaramnya lebih besar, bisa selebar piring.

Belakangan sudah banyak varian rasa terlihat dari warna Pinyaramnya dan ukurannya pun lebih imut seperti yang dijajakan di daerah Kayu Tanam. Untuk Pinyaram yang original berwarna putih kecoklatan dan kecoklatan, warna kehijauan merupakan rasa pandan, dan warna ungu berbahan dari umbi ungu. Bahkan ada kreasi rasa durian. Pinyaram ini dapat bertahan hingga 4-7 hari, tergantung jenis rasanya.

Pinyaram

Tiap kali perjalanan pulang, semisal dari Kota Bukittinggi saya selalu menyempatkan diri untuk membeli Pinyaram yang dijual persis di tepi jalan raya. Terkadang jika "ngidam" Pinyaram saya bela-belin untuk membelinya. Kadang, bila ada teman yang pulang kampung dari arah Bukittinggi atau Payakumbuh, pasti saya nitip.

Kue ini termasuk favorit saya. Pinyaram sudah menjadi buah tangan bila berkunjung ke Ranah Minang.
———————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel